Selasa, 29 April 2008

PENDAHULUAN

Mengapa PSG IAIN Walisongo berdiri? Pusat Studi Gender (PSG) IAIN . Walisongo lahir sebagai respon atas munculnya berbagai problem yang muncul dalam relasi gender. Fenomena diskriminasi peran perempuan baik dalam wilayah domestik maupun wilayah publik merupakan salah satu persoalan yang menjadi perhadan lembaga iru. Sebagai ind persoalan yang menjadi perhadan gerakan penyadaran dan pemberdayaan dalam relasi gender, diskriminasi perempuan memiliki akar yang tertanam secara luas dalam berbagai bidang kehidupan, seperd bidang sosial budaya, hukum, polidk, ekonomi danpendidikan. Secara normadf dan teologis,diskriminasi terhadap perempuan juga berakar pada interpretasi terhadap teks-teks keagamaan. Beberapa kondisi yang merupakan indikasi sekaligus menjadi faktor yang mengukuhkan praktek relasi gender yang diskriminadf antara lain adalah; Pertama, rendahnya kualitas hidup perempuan dibanding laki-laki. Kedua, dominasi nilai-nilai dan system patriarkhi yang berlaku di masyarakat. Ketiga, luasnya segmen masyarakat perempuan yang ddak menyadari potensi dirinya sebagai manusia. Keempat, masih banyaknya penafsiran/ interpretasi pemilik orodtas keagamaan yang bias gender. Dalam konieks penafsiran keagamaan mi kemudian melahirkan paradoks antar aj'aran Islam sebagai rahmatan , 'alamin dengan praktek diskriminasi perempuan yang dilakukan atas nama Islam.

Sesungguhnya problemadka dalam relasi gender di atas telah memunculkan kesadaran dan melahirkan beberapa gerakan dan lembaga yang peduli pada kedmpangan gender. Namun demikian lembaga dan gerakan penyadaran dan pemberdayaan ini masih sangat terbatas. Lembaga dan gerakan yang ada juga cenderung memiliki keragaman ideologi gerakan gender yang secara dikhotomik

mengkristal pada dua kubu yaitu kelompok liberal dan kelompok konservadf.

Keanekaragaman gerakan ini sesungguhnya merupakan cermin dari

pluralisme dan demokradsasi dalam area gerakan perempuan (feminist movement). Namun demikian dikhotomi dan demarkasi yang kuat antara feminis liberal dan konservadf jelas bisa menjadi persoalan tersendiri. Hal ini bisa dilihat dalam kenyataan bahwa masing-masing kelompok gerakan perempuan di atas menghadapi kendala yang sangat serius.

Kelompok gerakan perempuan liberal menghadapi konservasi dan resistensi kultural dan keagamaan yang sangat keras. Sementara kelompok gerakan perempuan konservadf cenderung menjebak perempuan pada keterkungkungan tradisi dan pemahaman agama yang sempit

Berdasarkan perdmbangan tersebut masih dibutuhkan respon terhadap persoalan- persoalan kedmpangan gender sesuai dengan dinamika dan kebutuhan masyarakat melalui kajian, penyadaran dan pemberdayaan relasi berkeadilan yang berpijak kepada pemahaman agama yang berprespekdf gender.

Dalam konteks inilah PSG LAIN Walisongo memerankan diri sebagai sumber informasi kajian gender berbasis keislaman, juga sebagai pusat kegiatan penyadaran dan pemberdayaan masyarakat sekaligus agen perubahan dan penghapusan diskriminasi, kekerasan, kedmpangan, keddakadilan berbasi? agama/ religius.

Diantara usahanya adalah berfungsi sebagai media advokasi dan pendampingan bagimasyarakat korban keddakadilan gender, juga centra network dengan lembaga pemerintah atau non pemerintah pada level lokal, regional, nasional dan internasional guna mewujudkan masyarakat yang berkeadilan gender.

Tidak ada komentar: